Terbaru

Home » , , , , » Mahasiswa menulis, Siapa takut! (Siapa bilang menulis butuh cinta dulu)

Mahasiswa menulis, Siapa takut! (Siapa bilang menulis butuh cinta dulu)

Written By Unknown on Selasa, 09 Juni 2015 | 20.03


Dokumentasi: pelatihan Menulis para kepala sekolah SD kec. cilograng kab.lebak, Banten
Hari-hari ini, banyak kita temui segelintir orang yang beranggapan bahwa seseorang yang ingin mahir menulis harus memiliki rasa cinta terhadapnya.  Parahnya lagi, anggapan ini semakin tumbuh subur dan telah membudaya dalam masyarakat kita, baik itu di lingkungan sekolah, universitas, dan lembaga pendidikan lainnya.  Akibatnya, mindset generasi muda kita seakan terdoktrin dengan anggapan-angapan tersebut sehingga kreativitas mereka dalam bidang tulis-menulis terpasung. Atas dasar itulah, kami akan mencoba mengangkat beberapa alasan mengapa menulis tidak harus membutuhkan rasa cinta.
Pertama, cinta itu akan datang dengan keterbiasaan.  Kami yakin sekali, anda pasti pernah mendengar  pepatah jawa yang berbunyi ”witing tresno jalaran soko kulino, cinta dtng krn terbiasa bertemu”. Pepatah tersebut seakan memperjelas bahwa menulis tidak harus cinta dulu, tidak harus punya bakat dulu. Karena hakekatnya, rasa cinta dalam menulis akan datang ketika kita berusaha mendekatkan diri dengan cara terbiasa menuliskan hal-hal yang ada dalam pikiran kita. Sikap seperti ini memungkin kita terbiasa bersentuhan dengan dunia menulis sehingga lama-kelaman cinta itu akan datang dalam diri kita.  Seperti kata sebuah pepatah “tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta”. Tetapi ingat cinta dalam menulis  hanya akan datang, ketika kita berusaha mengenalinya.   Sebagai ilustrasi, anda pasti mengenali penulis besar seperti habiburahman elzirazy, andrias harefa, dan asma nadia. Apa awalnya rasa cinta mereka dalam dunia tulis-menulis datang begitu saja? Jawabannya tidak. Mereka bisa sehebat  itu. Hal ini dikarenakan mereka mau  berusaha dan membiasakan diri untuk menulis dimanapun mereka berada. Boleh jadi ide-idenya yang masih abstrak yang ada dalam pikiran mereka, langsung disalurkan dalam wujut nyata dengan menuliskannya pada selembar kertas. Intinya, bagaimana kita mau berusaha mendatangkan rasa cinta dalam menulis dengan berusaha membiasakan diri kita untuk lebih dekat dengannya.
Kedua, cinta itu membutuhkan pengorbanan.  Dalam menulis juga dibutuhkan pengorbanan, bukan hanya dalam hal urusan cinta saja,  Tetapi juga bagaimana kita mampu passion dan compassion dalam alasan yang kedua ini. maksudnya adalah bagaimana kita berusaha menikmati tantangan yang dihasilkan sebagai konsekuensi ketika kita mau belajar mendatangkan rasa cinta dalam menulis.   Anda  harus mengalami kegagalan, kekeksalan, marah, dan alokasi waktu yang relatif lebih untuk bisa menghadirkan rasa cinta menulis dalam hati kita. Perlunya kita sadari bahwa pengorbanan yang harus kita bayar dari usaha kita ini, bukanlah sesuatu yang sia-sia. Boleh jadi pengorbanan inilah yang membuat kita akan semakin teruji kualitas tulisan kita setiap harinya. Bagaimanapun juga, pengorbanan itu harus ada dalam setiap usaha kita. Sebuah kata bijak dikatakan “hidup ini seperti sebuah gema, tatkala kita memberikan sesuatu, kita akan mendapatkannya kembali dalam jumlah yang jauh lebih banyak”. Layaknya itulah hokum alam dalam menulis, ketika kita ingin mengharapkan untuk bisa menjadi penulis yang handal. Maka, bersiaplah memberikan pengorbanan anda untuk mencapainya.
Ketiga, cinta itu membutuhkan konsistensi. Ibarat sebuah pohon jika tidak memiliki akar yang kuat. Maka, pohon tersebut akan mudah tumbang. Hal ini tidak jauh berbeda dalam menulis.  Seorang yang ingin memantapkan rasa cinta terhadapnya, kita harus memiliki konsistensi yang tinggi untuk menerima apapun konsekuensi yang ditimbulkannya.  Mengapa hari ini banyak kita dapati orang gagal dalam menghasilkan karya tulis? alasannya, karena mereka kurang konsistensi dalam mencapai target-target mereka. Kami pernah sharing dengan salah seorang teman kami. Dia mengatakan “saya telah berulang kali mencoba dan mencoba untuk belajar menulis, tetapi hasilnya tetap saja tidak bisa”. Maka, alasan itulah yang membuatnya memutuskan untuk berhenti mencoba menulis. Kasus seperti ini sudah seringkali kita temui dalam kehidupan kita.  Selalu saja orang mengambinghitamkan bakat sebagai alasan kegagalan dalam menulis. Padahal sebenarnya,  sikap konsistenlah yang kebanyakan tidak dimiliki seseorang. Maka dari itu, jangan terus menyalahkan bakat, kesibukan, waktu, dan lain sebagainya. Belajarlah menciptakan konsisten dalam diri kita dengan begitu apapun kondisinya, kita akan lebih mudah menghadapi tantangan yang datang.
Sebagai tambahan, sikap konsistensi akan menciptakan impian yang besar. Seorang penulis yang besar lahir dari sikap konsistensinya untuk mencapai impian terbesar. Jika saja mereka tidak mempunyai konsistensi dalam setiap usaha mereka. Mungkin saja sampai hari  ini, mereka hanya akan menjadi orang-orang yang memuji karya-karya orang lain.  Mungkin juga mereka hanya akan mengubur semua impian terbesar dalam hidup mereka.  Tetapi dengan sikap konsistensilah yang membuat mereka berani melakukan transformasi besar dalam diri mereka. Akhirnya, tercipta masterpiece dari tangan-tangan mereka.

Sebagai kesimpualn dari bahasan ini adalah bahwa menulis bukanlah persoalan cinta, tetapi bagaimana kita mau dan konsisten dalam mendatangkan rasa cinta dalam diri kita.  Untuk mendatangkan semua itu, maka kita harus menerima konsekuensi yang berupa pengorbanan waktu, kegagalan, dan penderitaan. Kesemuanya itu, semata-mata ingin menguji kapasitas dan kualitas potensi menulis yang kita miliki. Berpikirlah positilah selalu, jangan biarkan pikiran negatif merenggut semua impian yang telah anda bangun. Yakinlah dengan potensi yang anda miliki akan dapat mengantarkan diri anda menjadi pemenang sejati.  Menutup bahasan ini kami akan mengutip kata bijak “Orang-orang yang gagal dibagi menjadi dua; yaitu mereka yang berpikir gagal padahal tidak pernah melakukannya, dan mereka yang melakukan kegagalan dan tak pernah memikirkannya.  semoga dengan kata bijak itu,  dapat merubah mindset kita untuk tidak lagi beranggapan  menulis itu harus memiliki rasa cinta dulu.  Ayo bangkit mahasiswa indoensia. Bangkit dengan tulisanmu, bangkit dengan semangatmu. jadlah generasi masa depan dengan menulis. 


Asrulla Alumnus Sastra Inggris Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar sebelum bergabung di Sekolah Guru Indonesia menjadi guru Bahasa Inggris di salah satu sekolah favorit Islam terpadu di kota Makassar. Menjadi praktisi hypnotherapy dan terdaftar sebagai trainer dan terapis di Indonesian of Board Hypnotherapy (IBH) Jakarta. Saat ini mengabdi di SDN 5 Cidikit Kabupaten lebak, Banten dalam program Sekolah Guru Indonesia_Dompet Dhuafa . Motto: if you stop learning, you can stop growing

sikeli 27 oktober 1989
rightasrul@gmail.com
085697550312

Comments
0 Comments

0 komentar :

Posting Komentar

Kalam

Kalam
Edisi 28 April 2016

join us

join us
klik

FSLDK INDONESIA

FSLDK INDONESIA
Klik gambar