Terbaru

Cerpen : SYARAT

Written By Unknown on Rabu, 13 Mei 2015 | 21.37


“Jadi siapa lagi yang mau kamu tolak?. Dari potongan kamu, gak mungkin kamu bakal nolak Rububiah al-adawiah anak pimpinan pesantren yang hafidzah itu. Sebulan lalu zulaikha, zulaikha binti muhammmad jabal arofah juga kamu tolak. Kamu tahukan siapa Muhammad jabal arofah itu?, miliarder yang membangun masjid megah dikota. Dan tadi malam kamu juga menolak azizah azzahro. Muslimah idaman seluruh laki-laki di universitas kita. Semua bidadari cantik kamu tolak, memangnya kamu mau ama perempuan kayak mana sih?”
“Aku gak nolak mereka kok. Mereka yang gak bisa nerima aku.”
“Tentu mereka nolak. Syarat kamu berat. Lagian apa ruginya sih nerima mereka, bayangkan impian kamu masih bisa difikir belakangan.”
“ya gak segampang itu dong mal. Kalau aku bisa nerima mereka yang luar biasa itu menurut orang-orang. Maka agar adil mereka harus menerima aku apa adanya dalam tanda petik menerima persyaratan ku”
“hmmm, sudahlah. Kamu gak usah bahas lagi. semua perempuan mungkin akan mempertimbangkan segala persyaratan, tapi mereka akan sulit menerima satu persyaratanmu itu.”
“Ya, itu artinya mereka gak bisa nerima aku kan?”
“Ya Allah, apa salahnya sih itu gak dijadiin syarat buat mereka, nanti juga kalau udah jadi istri kan itu bisa diatur.”
“Pernikahan itu konsekwensi. Segalanya harus dispakati sejak awal. Daripada anak orang kecewa belakangan.”
“huft.”  Jamal menghembus nafas lelahnya setelah terlibat debat dengan tema yang sering mereka gelar. Syarat pernikahan dari Anwar, Pria perfeksionis yang telah menolak primadona-primadona dunia berbau syurga. Mulai dari qoriah sampai hafidzah, santriwati hingga anak pemilik pesantren, anak juragan bahkan anak milyarderpun ia tolak. Pria yang tak tahu diuntung memang. Dia tak kaya walau dia mapan, tampan tak berlebihan namun aura keislaman seorang pemuda yang menjaga wudlu begitu terpancar diwajahnya. Semua wanita yang sempat ingin hinggap dikehidupannya juga merasakan keindahan serupa namun kandas oleh obsesi pria ini. Demikian pula diriku yang tak habis fikir.
“Emangnya ada ya wanita mau menerima alasanmu?. Wanita mana yang bersedia menerima permintaanmu itu?”
“Mama ku fit, beliau mau.” Demikian pria ini menjawab. Entah bagaimana anak seperti dia mampu meyakinkan mamanya. Permintaan yang terbilang tak biasa dan jarang diinginkan dengan begitu yakin.
“Fitri, aku boleh nanya gak?” perkiraanku ia hendak mengubah topic namun kuladeni saja
“Kamu mau tanya apa?”
“Kapan kamu mau berhijab?” lagi-lagi pertanyaan ini. Entah sebagai pengalih topik  pembicaraan yang bermaksud menyudutkanku atau bagaimana. Terkadang bosan, namun juga tersindir. Kedua sahabatku sekarang berbalik menatapku melupakan tema sebelumnya. Lagi-lagi aku tak bisa apa-apa
“nanti deh, gampang itu.” Dalihku dengan senyum.
“Kamu selalu bilang begitu sejak dulu, tapi sampai sekarang kamu belum juga berhijab.” Jamal yang semula fokus menghujat anwar kini malah ikut-ikutan menyudutkan ku. 
“Padahal kamu pasti cakep banget kalau pakai hijab, apalagi hijab syar’i” anwar malah menggodaku, hal demikian sudah biasa. Kendati dia menjaga betul adab antara laki-laki dan perampuan, anwar seakan terbiasa memperlakuakanku seperti tadi, menggoda dan mencandaiku. Kami teman sejak smk dulu. Kendati tak segan bercanda, anwar tetap memperlakukanku sebagai perempuan yang bukan makhromnya. 
“Kalau aku cakep, emangnya kamu mau nikah sama aku?” kucoba imbangi candaan anwar agar tak terkesan salah tingkah. Walau sesungguhnya aku agak tergoda oleh ucapannya tadi.
“Mau dong, asalkan kamu mau nerima syarat dariku” lagi-lagi itu sodorannya. Permintaannya yang selama ini berhasil membuat mundur perempuan-perempuan alim. 
“Hmmm, mau, hehehhehe” jawabku dengan sedikit cengengesan.
“Ide bagus, kenapa kalian berdua gak nikah aja?” Jamal  nyeletuk begitu saja. Kami yang awalnya bercanda jadi sedikit serius. Mungkin lebih tepatnya sedikit tegang. aku tak kefikiran jika arus menikahi anwar yang meminta persyaratan berat itu. Lagian anwar tak mungkin mau menerima ku, aku yang tak berhijab dan aura keagamaanku bukan apa-apa jika harus dibandingkan dengan bidadari-bidadari anggun yang selama ini ditolak anwar.
“Aku sebaiknya pulang dulu ya. Ada janji dengan temanku.” trik melarikan diri andalan. Aku sengaja menghindar dan menyudahi dengan cara ini. Aku makin salah tingkah. Lagi pula sebaiknya aku tak berharap banyak. Aku bukanlah wanita yang akan mampu mengambil hati anwar.


@@@@@@@

kamis malam pukul 21.00, pertengahan bulan suci rhomadhan tahun 2009. Malam itu anwar dan jamal bermaksud kerumah seseorang. Lumayan malam memang tapi inilah yang sudah mereka janjikan dengan tuan rumah.
“Assalamu’alaiakum” kompak kedua pemuda ini mengucap salam didepan pintu rumah.
“wa’alaikum salam warohmatullahwabarokatuh, silahkan masuk nak, kalian sudah ditunggu bapak” seorang perempuan paruh baya yang masih mengenakan mukenah membuka pintu menyambut mereka dengan ramah. Merekapun segera masuk. Beliau mempersilahkan kedua pemuda ini duduk diruang tamu yang disana ternyata sudah ada bapak yang hendak mereka temui.
“apakabar nak, kalian sehat?”
  “sehat pak, Alhamdulillah, perkenalkan, ini anwar yang saya pernah cerita ke bapak.” Jamal tak berlama-lama dan langsung mengenalkan anwar pada orang tua itu. Tujuan bertamu pada malam hari ini adalah perkara penting tentang anwar. Perkenalan kemudian berlangsung lebih intens antara orang tua tadi dengan anwar. 
“Anwar, saya belum begitu mengenal kamu. Tapi saya yakin kamu anak yang baik. Kami akan segera mempertemukan kamu dengannya.”
Seorang wanita keluar dari balik tirai penyekat ruang. Dan sepertinya membuat anwar dan jamal terkesima. Terutama jamal yang mungkin tak habs fikir bertemu dengan wanita itu malam ini. Wanita yang tak pernah ia duga sebelumnya.
“Silahkan, waktu diserahkan kepada kalian berdua” orang tua tadi mempersilahkan jamal dan wanita itu untuk menggunakan waktu yang diberikan untuk saling berkenalan. Munkin kelas malam ini lebih sering disebut, ta’aruf.
 Malam ini adalah malam ta’aruf anwar dan wanita itu. Melalu janji yang sudah dibuat jamal. Tapi kali ini berhasil membuat anwar keringat dingin. Hampir 3 menit pertama mereka tak berkata apa-apa, semua yang sudah tegang diruangan itu kian gregetan. Bapak dari wanita itupun menegur mereka agar segera mulai. Tak biasanya anwar gugup.
“a..aku sudah mengenal kamu” anwar terbata-bata.
“aku juga, sudah sangat mengenal kamu” wanita itu tak kalah gugup.
“puji syukur kepada Allah, menjadikanmu seindah ini” luar biasa romantis. Anwar berani berucap demikian didepan orang tua wanita itu. 
“Maaf, aku tidak seperti wanita-wanita lain sebelum ini yang pernah dirimu kenal. Namaku tak seindah wanita-wanita sebelum ini, aku tak sekaya mereka yang datang sebelum ini. Hijab ini baru kukenakan dihati beberapa hari ini. Aku tak seindah bidadari-bidadari yang dulu menginginkanku, apa pantas aku mendampingimu?”
“Puji syukur pada Allah, tuhanku satu-satunya dan tuhanku selamanya. Semua yang ia ciptakan indah, tak kecuali dirimu yang dihadapan. Namun keindahan mutlak milikNya, aku tak sekedar ingin menerimamu jika kau mau, namun apakah bisa kau menerimaku dengan satu saja syarat yang kuminta?”
“Aku siap!”  jawab wanita itu langsung dan mantap.
“Sekali lagi aku tanyakan apa kau bersedia menerima persyaratan dariku?”
Wanita itu diam beberapa detik, memjamkan mata sejenak dan membuka kembali, dengan tegas ia mengatakan “wahai pemuda bernama anwar!. Aku fitri, Yanes Fitri binti Ahmad Ridwan, bersedia menikahimu dan bersedia untuk siap  menjadi janda seorang syuhada.



@@@@@@@


Sore hari saat aku sedang didapur menyiapkan makan malam dengan ibu mertuaku. Ibunya mas anwar. Seorang ibu yang ramah dan baik sekali. Beruntung aku menikahi mas anwar. 
“Ibu, yanes boleh tanya gak?” 
“Hmmm” jawab ibu begitu singkat namun tak sedikit berkurang nuansa keramahannya.
“Kenapa dengan mas anwar?, kenapa ibu bisa rela anak ibu ingin menjadi syuhada?”
“Kenapa kamu bersedia suami kamu menjadi syuhada?” ibu malah berbalik menanyakan hal yang sama padaku. Satu impian suamiku yang akan menjadikan aku dan ibu kehilangannya jika impiannya benar-benar ia  wujudkan. Banyak orang yang berkoar-koar akan jihad namun aku melihat dalamnya hati suamiku tak mungkin ia hanya sekedar berkata saja. Syahid sudah menjadi jalan juangnya, mimpi tertingginya.
“Ketika kamu memilihnya sebagai suami, tentu kamu sudah bisa menerima impiannya itu, sementara impiannya tumbuh bersamaan dalam dekapan ibu. Perlahan ibu menyadari…..” ibu terbata, katanya tersendat oleh parau yang disebabkan mengalirnya airmata menyesakkan dadanya “karena impiannya ini ibu akan kehilangan dia”. Lanjut ibu tak kuasa menahan air matanya. Aku bersalah telah membuka ini. Kucoba menenanggkan mertuaku yang mulai menangis, terkoyak kembali batinnya mengenang permintaan anaknya. permintaan anaknya yang sempat hendak ia tak ingin pedulikan. Entah kapan entah dimana dan bagaimana. Aku dan ibu sama-sama menyadari bahwa orang yang kami cintai itu tak akan main-main dengan impiannya. Tak sanggup kami menolak binar matanya ketika begitu memimpikan syahid dijalan Allah. Ia telah siap dan kami lah yang harus bersiap pula.
“Kita tak akan kehilangan dia bu..” bisikku perlahan sambil mendekap mertuaku dari belakang.


@@@@@ 


31 mei 2010. dini hari. Aku mendapat kabar mengagetkan dari orang tuaku. Mereka menyuruhku menghidupkan tv dan menonton breaking news yang tengah berlangsung disalah satu stasun tv swasta. Aku tidur bersama ibu mertuaku malam itu. Sengaja aku tak membangunkan beliau karena aku punya sedikit firasat buruk. Dan ternyata tengah malam ini aku dipaksa bangun oleh ayahku , sebab perkara ini. Breaking news pukul 1 pagi ini menayangkan berita tentang tentara Israel yang menyerang relawan dalam kapal mavi marmara. Suamiku ada disana, ya Allah. Kumohon lindungi ia
Tak sedetikpun kupalingkan mata dari layar tv. Setiap kejadian kuamati dengan teliti, update berita kujaga hingga pagi, tak sadar subuh menjelang dan tak sadar pula ternyata ibu ada dibelakangku.
“Ibu, sejak kapan ibu disitu” kubertanya dalam irama agak kaget. ibu tak menjawab namun matanya berair. Kumengetahui cemas, sedih dan hancur lebur hatinya saat ini mengetahui anaknya benar-benar sedang jihad. Tak gampang untuk bangga kendati memiliki anak sebagai syuhada adalah sepatutnya sebuah kebanggaan. Hati ibu, hatiku tak lebih kini justru dikuasai takut akan kehilangan mas anwar. Sejak dini hari hingga berhari-hari selepasnya, ibu tak henti-hentinya berdoa sambil menangis, lebih tepatnya mungkin menangis sambil berdoa untuk keselamatan anak semata wayangnya. Aku harus tenang, hanya aku harapan ibu saat ini. 
Berkali-kali aku menghubungi pihak yang memberangkatkan mas anwar sebagai relawan ke Palestina, mereka sendiri masih menanti kabar. Up-date terakhir beberapa korban tewas dan 30 lainnya luka-luka. Para korban belum diidentifikasi. Kalut kurasa begitu mencampur aduk isi perutku. Cemas ku kini berlebihan. Ibu tak henti-hentinya menangis. Tak hanya ibu yang menjadi kekalutanku, namun si kecil dalam perut ini juga. Mas anwar, kau tak mungkin membiarkan ia tak melihat mu.
“Kriiiiiing” bunyi telpon yang selalu bordering kian sering, mudah-mudahan kali ini kabar tentangnya.
“assalamualaikum, kali ini aku gagal menempuh syuhada, tapi tak menyrutkanku untuk merebutnya nanti, mungkin aku harus bersabar. Untuk dapat bercerita pada anak kita, mewariskan apa yang kurasa, cinta yang kurasakan kepada saudara-saudaraku pada anak-anakku” takbir kulantunkan keras bersama tangis, mas anwar selamat. Tak kuasa kubendung bahagia, ibu bangkit memelukku. Mungkin belum saatnya mas anwar, pulanglah dan saksikan kelahiran syuhada-syuhada berikutnya, ceritakan padanya semangatmu. Aku ingin ia seperti mu, bercita-citakan syuhada, entah kenapa aku begitu siap.


By : Lupi Sakura
Comments
0 Comments

0 komentar :

Posting Komentar

Kalam

Kalam
Edisi 28 April 2016

join us

join us
klik

FSLDK INDONESIA

FSLDK INDONESIA
Klik gambar