Seperti biasa, tiga hari
menjelang lebaran semua perantau akan pulang ke kampung halaman. Tidak
terkecuali dengan diriku. Tahun pertama dan kedua, aku juga pulang kampung
setelah kepergian ku ke kota batam untuk menuntut ilmu. Membayangkan bagaimana
orang yang kucintai dan mencintaku menungguku di depan rumah. Rasanya terbayar
letih dan lelah ku satu hari satu malam dalam perjalanan.
Rindu masakan Ibu dan
aromanya yang membuatku semangkin ingin cepat sampai rumah. Jika boleh aku
ingin mengambil alih kendali bus lalu
tancap gas sekencang-kencangnya agar cepat sampai. Tapi apadaya jangan kan
membawa bus sebesar itu, membawa angkot saja dengan penumpangnya mungkin akan
membuat ku bisa dilarikan kerumah sakit dan membayar uang tagihan untuk
perawatan para penumpang. Keinginan yang tak masuk akal memang. Begitu lah aku,
selalu memikirkan hal-hal yang tak bisa kulakukan. Membuang buang waktu saja.
Saat itu aku berada di
bangku bus nomor dua dari belakang. Sambil merebahkan tubuhku, mataku tertarik
dengan sebuah pemandangan diperjalanan ini. Seorang ayah yang menggendong
putrinya yang sedang memakai seragam TK. Mungkin dia baru saja menjeput
putrinya dari sekolah. Pemandagan yang entah mengapa membuat si penghuni mata
keluar rumah. Saat itu aku langsung teringat dengan ayah yang menggendongku
dipundaknya. Mungkin saat itu umur ku tiga atau empat tahun.
Aku masih ingat saat aku
menumpahkan dagangan seseorang yang sedang berjualan kacang ijo di pasar.
Dengan sengaja kakiku menendang ember tempat kacang ijo itu dan tumpah berserakan.
Semua mata tertuju padaku. Aku langsung menangis dan rasa takut melihat
pandangan mereka yang seolah olah ingin memasukan ku kedalam karung lalu
membuangya di Danau Toba. Hampir seperti itulah bagiku melihat tatapan mereka
dulu. Lalu seorang pria dari jauh berlari kearahku dan menggendongku
dipundaknya sambil tersenyum Dia mengatakan kepadaku "Udah bisa
tending-tendang anak ayah ya, nanti kita beli bola ya nang!”, ujarnya
sambil tertawa. Dia lah ayahku. lalu ayah meminta maaf dan membayar uang rugi
penjual tadi. Ya, begitu lah malaikat pelindungku yang ku sebut
seorang ayah.
Jika ada yang bertanya
padaku pernahkah seorag pria menangis di depanmu?, Aku pasti jawab pernah. Lalu
jika ia bertanya lagi siapa pria itu maka dengan lantang akan ku jawab Ayah. Aku
melihat, airmatanya saat aku ingin berangkat ke kota Batam untuk
melanjutkan kuliah. Itu pertama kalinya airmatanya menetes di depan ku.
Seminggu sebelum
keberangkatan ku ke kota batam.
"Egiii, sini dulu nang!'' panggil ayah yang saat
itu berada di teras rumah.
"Iya, apa yah?''.Aku
yang berada di kamar saat itu keluar dan duduk di depannya.
"Kau kuliah di Batam
saja ya, nang!'' .
"Kenapa di batam? Di
sini memangnya kenapa, yah?”
"Biar kau bisa
mandiri, Jangan jadi anak ketek terus
sama mama' ayah.”
"Tapi nanti aku
gimana disana?” Ragu dan takut sedikit mengganguku.
"Jangan cengeng.
Dikit-dikit nangis. Banyak disana saudara kita juga? Nanti ayah minta tolong jagain kau''. Ayah mencoba menbuatku
berani walau masih ada keraguanku.
"Siapa yang mau
kuliah di batam?” tiba-tiba ada suara dari belakang. Ternyata Mama’.
"Aku ma’ '' dengan gaya penuh harap agar mama tidak mengizinkan.
"Emang dia bisa
disana sendirian?. Bisa disana kemana-mana sendirian?. Di sini saja jarang
keluar rumah tahunya cuma sekolah,rumah sama kebun. Sekolahpun dekat rumah''. Eaaak, rasa bahagia seketika
menghadirkan bunga-bunga dihatiku saat itu karena mama’ tidak mengizinkan. Pendapat
mama’ hapir sama denganku aku tidak bisa sendiri.
"Harus bisa!. sudah
besar sudah mau kuliah. Masa’ gak
bisa sendiri harus bisa. Apa gak
malu? " Ucap ayah yang menggambarkan ketegasannya.
"Nanti disana dia
makannya gimana?. Nanti dia kuliah gak
ada yang dikenalnya gimana?. Nanti di jalan, di kapal gimana?" airmata Mama’ mulai tumpah di depanku. Tentang kekhawatirannya
kepada seorang putri yang Ia cintai. Tapi seorang ayah dengan tegas dan
meyakinkanku dan ibu semua pasti baik baik saja.
"Dia bisa, Jangan
cengeng. Harus mandiri, harus bisa kemana mana sendiri, harus dipaksa sendiri
biar terbiasa sendiri. Kalau dia terus di rumah nanti gak ada perkembangan. Nanti terus jadi anak ketek , nempel terus sama mama’nya.”Jawab ayah yang meyakinkan aku dan mama’ hingga akhirnyan
Mama’ luluh, dan mengijinkan aku kuliah di Batam.
Sehari sebelum keberangkatanku ke kota Batam, Aku duduk di
teras rumah yang saat itu tengah turun hujan, membayangkan yang sebentar lagi
suara teriakan ibu yang diteriaki ayah dengan suara petir cinta takkan lagi kudengarkan
setiap hari. Masakan Mama’ yang kadang aku merasa bosan, akan segera
kurindukan. Suara Al-Fatihah dan ayat-ayat suci Al-Qur'an yang biasa ayah
bacakan saat sholat berjamaah takkan lagi aku dengarkan, Jailnya seorang adik, kakak,
abang, takkan lagi ada lagi menemani hari ku stiap harinya. Hembusan nafas yang
serasa berbicara tak ingin pergi dari lingkungan kampung ini, kampung yang
dimana aku dibesarkan dengan sejuta kenangan. Tapi tiba-tiba hati kecil ku seolah
berbicara dan menguatkanku.
"Di keheningan di saat hujan menyapa sang
tumbuhan, ku perhatikan setiap tetes yang turun. Air mata yang jatuh disebuah
jiwa yang berusaha tegar akan takdir yang kau beri. Disebuah hati yang mencoba
percaya Kau akan berikan yang terbaik. Disaat hati mencoba meyakinkan diri semua
pasti baik baik saja. Ketika itu mata tertuju pada sebuah pesan cinta
dari-Mu yang berada di sampingku. Ku buka lembaran-lembarannya sampai benar-benar
cintaMu datang menyapa ku, Dan menenangkan segala kegelisahanku. Tidak seorang pun hamba
mendekatkan diri kepadaKu dengan sesuatu yang paling Aku cintai, melainkan
dengan apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku adalah orang yang selalu
mengerjakan ibadah-ibadah nawafil (amalan -amalan sunnah) sehingga aku mencintainya.
Ketika Aku telah mencintainya maka Akulah yang akan menjadi telinga yang dia
gunakan untuk mendengar, mata yang digunakan untuk melihat tangan yang dia
gunakan untuk memukul, kaki yang dia gunakan untuk berjalan. Jika dia meminta
kepada-Ku, pasti akan-Ku berikan, dan jika dia butuh perlindangan-Ku, pasti Aku
lindungi (HR.Ibnu sunni) {shahih}
Kini
ku yakin, tak ada yang aku takutkan selagi Engkau bersamaku. Selagi Engkau
mencintaiku. semua akan mengalir dengan takdir-Mu. Dan Engkau pasti berikan yang
terbaik untukku."
Hari itu telah tiba
dimana aku akan pergi meniggalkan rumah dan berangkat ke kota batam, pukul
19:25. Teman teman,saudara semua mama adik, kaka, abang, tetangga, telah
menunggu bus yang mengantarkanku ke pelabuhan nanti. Tiba saat bus itu datang
semua keluarga yang berada di teras memberi salam dan memberikan pesan agar
berhati hati-hati dijalan.
Saat itu ada seorang wanita
yang menangis dan memelukku dan dia adalah ibu yang membesarkan ku. Pelukannya
begitu erat hingga aku rasa tak ingin lepas. Berbeda dari yang lain dia memberi
pesan agar aku jangan tinggalkan sholat, jangan makan mie, tapi jika hanya
sebulan sekali boleh, jangan lama-lama tidur, kalau sakit telepon, begitulah
pesannya. Ku usap airmatanya lalu menegarkan dirinya dengan memberi senyuman
terbaik ku. Aku sengaja tak meneteskan airmata agar tak
membuatnya khawatir. Tiba-tiba ada suara di belakang ku.
"Kakak, kapan
pulang?, Kakak mau tinggal disana ya?. Kakak mau pindah ya?'' ternyata adik ku
yang saat itu Masih duduk dikelas 1 SD.
"Gak, kakak cuma
mau sekolah. Nanti juga pulang kok," dengan menggendongnya di belakangku.
Aku pamit kepada semua kelurga dan meminta doa agar semua berjalan lancar. Ayahpun
memanggilku untuk segera naik bus yang sudah lama menunggu. Ayah mengantarkan
ku sampai pelabuhan. di tengah perjalanan raut wajahnya yang biasa saja tak
seperti khawatir denganku. Mungkin karena dia seorang laki laki yang keras tidak
seperti ibu yang mudah menangis, ayah begitu kuat dan tegas. Melihat ayah
seperti itu aku jadi percaya diri dan berani.
Tiba sampai pelabuhan
dumai, setiap orang yang ayah temui disana selalu ditanyai oleh Ayah "mau
kemana pak/buk? '' jika ada yang
menjawab ke batam ayah pasti langsung meberi pesan,
"Oh ke batam,ini
anak saya mau kebatam juga,dia belum perna ke batam jadi ini pertama kalinya
dia ke batam,minta tolong jagain ya buk, minta tolong di ingatin jangan
ketiduran ya buk!" seperti itulah pesanya. Beliau mencari siapa saja yang bisa
menjagaku di atas kapal. Meski orang yang tak kami kenali.
Saat di pelabuhan ternyata
ayah tak di ijin kan masuk karena pengantar tidak boleh masuk. Tapi ayah
menerobos ia harus memastikan aku baik-baik saja hingga aku masuk kedalam
kapal. Orang orang yang diberi pesan ayah ternyata tidak satu kapal dengan ku, aku
semangkin takut.
petugas kapal
memanggilku,
"Dek,dek,ayo masuk
cepat cepat!” lalu aku pamit pada ayah ku cium tanggannya ,ayah pun
mengelus kepala ku dan berpesan,
"Pasti baikbaik saja,
jangan cengeng!''
"aku takut, yah.''
jawabku merengek menggenggam kuat tangan ayah.
Seketika airmata ayah
menetes di depan ku, Untuk pertama kali dalam hidupnya melepaskan ku sejauh itu
sendiri dan untuk pertama kalinyanya ku melihat airmata itu jelas jatuh di pipi
ayah, Mungkin ia tak sadar jika ia menangis. Ayah langsung menyuruh ku masuk. aku
pun masuk kapal dan kebingungan kursi mana yang harus ke duduki, karena baru
pertama kali aku naik kapal. ku cari wajah ayah di luar, tapi aku tak
melihatnya. dalam benakku mungkin ayah sudah pulang. Ternyata dugaanku salah, Sewaktu
aku sudah sampai batam, Mama’ menelponku dan menceritakan padaku apa yang
terjadi pada ayah. Mama’ menceritakan padaku, ayah sampai pingsan menangis
dirumah karena terlalu khawatir dengan ku, ayah selalu bilang seperti ini.
"Nanti kalau dia
ketiduran gimana? Nanti dia terbawa ke malaysia, nanti kalau ada yang jahatin
dia di kapal gimana?, anakku itu polos, gak tahu itu nanti dia, kalau kapalnya
kenapa-kenapa gimana? Kata-kata itu yang sering muncul dari mulut Ayah. Ayah
juga ternyata masih mencariku dari luar kapal. Ia ingin melambaikan tangannya
buatku, tapi ia tak melihatku lagi, karena aku berada dilantai 1 kapal jadi
takkan terlihat dari luar.
Itulah pertama kalinya
Ayah menangis di depanku. Yang sampai saat ini aku merindukan saat itu, saat
dimana aku masih bisa melihat wajahnya. Senyumnya bahkan tangisnya. Tapi
sekarang mungin hal itu sudah berbeda. dia sudah jauh disana namun bagiku dia
masih bersama ku.
Dan tahun pertama aku
pulang kampung ayah masih bersama kami. Tapi saat itu ayah sedang sakit. Aku
membawakan ayah oleh-oleh dari hasil uang gaji ku, Aku membelikan
baju dan alat alat sholat untuknya. Banyak dari anak-anak ayah yang memberikan
baju dan alat sholat sepertiku, tapi ayah hanya memakai baju yang ku belikan. Rasa
bahagia membuatku meneteskan airmata, dan berdo’a di lebaran tahun depan semua
masih bersamaku dan masih tetap disini. tapi sepertinya do'a ku tak sesuai
dengan takdir yang tuhan berikan.
Hal yang paling ku
takutkan terjadi padaku, Aku kehilangan malaikat pelindungku saat aku berumur
19 tahun. Hari itu tanggal 3 bulan 12 tahun 2013 pukul 08:45. Saat aku ingin
berangkat ke kantor, teman kos-kosan yang dari kampung yang sama memberi
tahu ku, bahwa ayah tak lagi ada.
"Kak,sabar ya, ayah
kakak udah gak ada lagi. " ucapnya dengan memelukku. Mendengar kabar itu
seperti mimpi buruk, pikiranku kosong, sama sekali tak tahu apa yang harus
kulakukan. Aku terdiam. Airmataku terus menetes, aku menangis di pundak mereka
yang berada disampingku. Segera aku bergegas dan pergi membeli tiket
pesawat dengan harapan aku masih bisa melihat ayah terakhir kalinya. Semua teman-teman
kampus, teman kerja mengirimkan pesan belasungkawa padaku yang membuatku
semangkin sakit dan seperti menamparku bahwa ini adalah nyata bukan mimpi.
Diperjalanan ku berdo'a
"Ya Allah bangunkan aku dari tidur ini, Mimpi ini begitu sakit, hingga aku
takut membuka mataku." pesan masuk dari handphone ku .ternyataa
pesan dari abang kandung ku
"Masih lama
sampainya, dek? Adek mau ditunggu apa gak? ini sudah jam 4."
"Ia tungu aku bang,
aku mau lihat ayah. Mau pamit sama ayah." Mohonku pada abang disana.
"Masih dimana dek
berapa jam lagi ? balasnya abangku lagi.
"10 jam lagi.” jawabku.
Karena memang perjalanan masih sangat jauh.
tak ada balasan lagi. Aku
tahu aku takkan mungkin di tunggu, Aku juga tahu ayah harus segera dimakamkan
karena tidak akan baik jasad dilama-lamakan pengkuburannya. tapi hati kecilku
ingin agar aku di tunggu .
"Maaf ya dek, Ikhlas
ya, Ayah sudah dikebumikan. Sabar ya dek.” isi pesan dari abang kandungku. Rasa
sakit membaca pesan itu karena aku tak bisa berbuat apa-apa membuatku marah
pada diriku sendiri. Ya Allah, jangankan membalas budi karena telah
membesarkanku, membalas budi saat dia mengajari ku sholat saja aku tak bisa
dengan menyolatkannya, Membalas budi saat aku kecil saat dia memandikanku
dengan memandikannya untuk terakhir kali aku tak punya kesempatan, membalas dia
saat dimemakaikan baju ku dengan memakaikan kain kafan di tubuhnya aku tak ada
kesempatan. Ya Allah aku tahu dibanding rasa cintaku dangan rasa cinta-Mu
padanya sungguh tak sebanding. itulah yang mebuat-Mu segera cepat memanggilnya
karena cinta-Mu yang begitu besar padanya. Tapi ijinkan aku Ya Allah, ijinkan
ayah datang kemimpiku walau hanya sekali saja.
Aku pun akhirnya sampai
di rumah jam 02:00 pagi. Melihat janur merah yang berdiri di depan rumah, melihat
tenda hijau turut belasungkawa di teras rumah membuatku semangkin sakit tak
bisa melihat ayah lagi. Mama’ yang saat itu datang menghampiriku dan memelukku,
meminta maaf karena tak menungguku. Aku terus menangis di pangkuan mama’ sampai
aku tertidur lelap. Mama’ begitu tegar di depanku, dia menyembunyikan rasa
kehilngannya di depan ku. Aku tahu mama’ sejatinya yang lebih sakit. karena
seorang yang menjadi tempat curahan hatinya dalam suka, duka, sakit, bahagia.
kekasih, sahabat sekaligus patner sejatinya kini tak ada lagi di sampingnya,aku
rasa sakit ku mungkin tak seberapa di bandingkan rasa sakitnya,rasa rinduku
sekarang mungkin sangat tak sebanding rasa rindunya. Tapi ia terlihat tegar di
depanku. Menyembunyikan semuanya agar tak melihat aku menagis lagi.
Sekalipun tak kulihat
dia mengucapkan rindu pada ayah di depan kami, namun saat aku berada batam mama
pernah menelponku, mengatakan bahwa mama memimpikan ayah, Aku tahu mama tengah
menagis menceritakan itu karena dia begitu rindu pada ayah, seorang penjaga dan
pemilik hatinya tak mungkin dia tak merindukannya. Tapi mama’ begitu hebat menyembunyikan
tangis dalam tawanya.
Mungkin aku tak terlalu
dekat dengan mama’ karena sejak kecil, saat aku mulai sekolah, ayah yang
mengantarkan ku. Saat ada acara acar resmi dari sekolah ayah yang datang. Tapi
jika di tanya aku lebih cinta ayah atau ibu? akan ku jawab mencintai keduanya
dan tak ada pembeda.
Kembali kecerita awal
tadi saat aku di dalam bus. Dan akhirnya sampai rumah juga. Aku turun dari bus,
dan kulihat ada seorang wanita berjalan menghampiriku, Dia adalah mama’ku dan
seoarang pria di sudut sana sedang tersenyum menatap ,dia adalah ayahku, mungkin
takkan ada yang melihatnya, tapi aku merasakan keberadaannya. bedanya mungkin
dulu dia orang pertama menghampiriku lalu setelah itu mama’,sekarang hanya ada
mama yang menghampiriku. tak mengurangi kebahagianku sedikit pun karena sudah
berada dalam pelukan mama.
Ayah apa kabar kau
disana?.
Kabar yang biasa tak
perlu kutanyakan lagi padamu,
Ayah bagaimana engkau
disana?.
Apakah kau menderita karena
dosaku?
Atau mungkin kau bahagia
karena do'a dan amalanku?
Ayah, hanya 19 tahun kau
bersama ku
19 tahun yang luar biasa
untukku
19 tahun yang penuh
dengan ceritamu dan ceritaku
Ayah mungkin impianku
gagal saat kepergianmu
Impian yang ingin
membahagiakan mu
Impianku yang saat itu
adalah impianmu
Ayah mungkin aku tak
bisa menggantikan posisimu
Menggantikan posisimu didepan
mama’
Aku tak bisa menghibur
mama sejago dirimu
Ayah mungkin takkan
pernah ada
Takkan ada yang
menggatikanmu disini.
Ayah kau tahu kami sangat
mridukanmu.
Merindukan tawa, canda
dan nasehatmu yang luar biasa,
Kau sering mengatakan
padaku.
jangan makan mie, jangan
begadang,
Tak segan jika aku makan
kau akan membuang mie itu.
kau tahu ayah, sekarang
aku makan mie setiap hari
dan berharap kau datang
di hadapan ku
lalu membuang mie itu.
Ayah selamat jalan
Terima kasih untuk semua
yang kau korbankan.
Terimakasi untuk cinta
yang kau berikan.
Terima kasih untuk peluh
yang kau teteskan.
Terima kasih karena
sudah bersamaku selama 19 tahun ini
Terima kasih ayah
Telah jadi pria terhebat
yang pernah kutemui,
Terima kasih ayah
Tak terlihat bukan
berarti tak ada, dan penyesal itu selalu diakhir cerita bukan di awal cerita. Jika
dia di awal maka itu bukan penyesalan tapi planning.
Jika mereka (orang tua) sekarang masih bersamamu, cintailah dan jaga karena kau
takan tahu kapan waktu itu berhenti kepada mereka dan menyuruh mereka kembali. Memang skenario yang kita tulis tak sesuai
dengan apa yang Sutradara inginkan tapi kau bisa lakukan yang terbaik dalam
cerita kehidupan ini .
Bendahara LDK UNRIKA (2014-2015)