(menegakkan 5 budaya intelektual)
Meresume tulisan
tentang tahapan pengembangan lembaga dakwah kampus seakan-akan kita tengah
meresume sebuah Sirah Nabawiah. Karena tahapan yang dirinci oleh Ridwansyah Yusuf Achmad merupakan sebuah pengaplikasian
sirah nabawiah. Setiap tahapan-tahapan yang ia tulis adalah langkah-langkah
dakwah yang dilakukan Rasulullah. Sehingga bagi yang pernah mengkaji sirah
tentu akan merasakaan de javu.
Paling
tidak untuk tahap pembangunan lembaga dakwah kampus yang ideal adalah dengan
melalui 3 tahap dan pada masing-masing tahap terdapat beberapa point utama yang
harus terpenuhi. Tiga tahap tersebut yang pertama adalah membangun basis inti.
Basis inti ini merupakan basis ashabikuunal
Awwalun, Orang-orang pertama. Dalam hal ini harus benar-benar dikader
hingga memiliki 3 kapasitas utama sebagai kader inti antara lain berkepribadian
muslim, memiliki kredibilitas dan moralitas pemimpin, serta kuat dalam pengembangan dan pemanfaatan kemampuan khusus (bakat)
lain.
Pada point 1 dan 2 adalah point yang
sederhana dan sering kita dengar, namun pada point ke 3, kemampuan khusus lain
adalah point yang jarang diperhatikan pada fase pembentukan kader. Seorang
kader inti tidak hanya perlu dibekali ilmu-ilmu agama saja. Tapi minat dan
bakatnya perlu diarahkan agar ia tetap menjadi seorang kader yang tetap dirinya
namun terwarnai oleh nuansa Islami, jika ia seorang musisi, maka tidak akan
masalah jika ia menjadi seorang musisi berkarakter Islami. Tanpa kita sadari
hal-hal seperti ini kedepannya dapat menjadi alternative pendekatan kepada
kader-kader baru. Disinilah kaderisasi itu sangat berperan.
Tahap kedua adalah membangun basis
massa. Ketika basis inti sudah terpenuhi dan kapasistasnya sesuai harapan, maka
tugas membangun basis massa selanjutnya menjadi milik para basis inti yang
telah dididik. Kaderisasi akan mengawasi proses dan perkembangan mereka. Disini
kadang ada hal unik terjadi ketika basis massa yang terbangun sering kali
merupakan orang-orang atau kelompok yang memiliki ketertarikan sama dengan agen
basis inti. Misalnya basis inti yang memiliki hobby menulis yang kemudian akan
mulai merangkul rekan-rekannya satu komunitas penulis. Ada pepatah dari timur
yang mengatakan bahwa jika kamu ingin menangkap rusa maka berfikirlah seperti
rusa. Komunitas tertentu akan mampu dikuasai dengan mudah oleh orang dalam
komunitas tersebut. Untuk itu minat dan bakat seorang kader perlu diarahkan.
Karena ada satu cara berdakwah yang mulai jarang digunakan sejauh ini, dakwah
dengan melayani.
Kebanyakan target dakwah menghindar
ketika kita cenderung datang dengan cara-cara klasik kita, datang dan ceramah
sementara umat memiliki kebutuhan-kebutuhan tertentu yang kadang sangat perlu
di turuti. Rasullullah lebih dulu menjadi pelayan mekkah sebelum ia menaklukkan
dan memimpin mekkah. Ketika reputasinya sudah terbangun sebagai orang yang
baik, jalannya seakan mulus namun Allah menyisipkan gejolak dalam perjalanan
dakwahnya sebagai contoh bagi kader dakwah berikutnya bahwa memperjuangkan
kebenaran tidaklah mudah kendati Allah bersama kita.
Pada dasarnya, menjadi pelayan dan
menjadi pemimpin adalah hal yang sama.lalu bagaimana aplikasi dakwah dengan
melayani itu?. Jika dalam lingkungan kampus, kita dapat membuat seminar-seminar
atau workshop untuk rekan-rekan mahasiswa. Tentu ini adalah hal yang sangat
mereka butuhkan. Keterlibatan mereka dengan kita perlahan akan membawa mereka
semakin dekat dengan Lembaga Dakwah Kampus kita.
Ketua Umum PP Kammi periode tahun 2009-2010,
Rijalul Imam pernah menulis hal seperti ini sebelumnya. Pendekatan seperti ini
disebutnya dalam buku capita selecta sebagai politik smart power. Pendekatan
yang jauh dari kesan hard power dan
jauh lebih cerdas dan lembut ketimbang soft
power.
Setelah basis inti melakukan tugasnya
dengan baik untuk membangun basis massa, langkah selanjutnya adalah bagaimana
membentuk wadah LDK yang sudah direncanakan sebelumnya. Pada tahap ini yang
perlu diupayakan untuk melegalakn lembaga akan dibarengi dengan pembangunan
basis institusi LDK.
Skil-skil kehumasan dibutuhkan pada
tahap ini. Sedari awal perencanaan, humas telah bekerja membangun citra kader
basis inti. Nama-nama kader basis inti akan digunakan sebagai proposal yang
akan memuluskan langkah kita melegalkan lembaga kita dalam kampus. Karena tahap
menaklukkan birokrasi kampus bukanlah hal yang terlalu sepele. Kita harus memiliki tawaran-tawaran yang mampu meyakinkan
pihak birokrasi kampus. Tentu semuanya akan lebih mudah jika jauh sebelum ini
kita telah membangunn jaringan dengan pihak birokrasi kampus terlebih dahulu
sehingga momen pengajuan proposal pembentukan LDK bukanlah menjadi saat pertama
kita berurusan dengan birokrasi kampus. Hingga kita jauh dari kesan “datang
ketika ada maunya”.
Jika semua tahap dirunut secara sempurna
atau bahkan 90% sempurna. Maka bisa dijamin LDK telah terbentuk. Setelah
terbentuk apa yang perlu kita lakukan selanjutnya?
Ini akan pekerjaan akan jauh lebih
banyak, lebih menantang dan lebih berat jika harus dibandingkan dengan
membentuk LDK. Sederhananya yang perlu kita lakukan adalah menjaga eksistensi
LDK yang sudah kita bangun.
Dalam belajar dan beramal, ada hal
penting yang sering dilupakan oleh manusia khususnya ummat islam. Lupa ini
merupakan sebuah pelanggaran fitrah seorang pembelajar.
Ketika Rasullullah berdiam dalam
gelapnya gua hiro, apa kata pertama yang diperintahkan kepadanya?. Ikro’
(bacalah). Setiap pekerjaan wajib dikerjakan dengan ilmu jika tidak tunggulah
kehancurannya. Gerbang ilmu adalah buku/kitab. Jika masih ada malas dalam
menjelajahya disanalah setiap upaya pembelajar mentah.
Raja Dachroni pernah mengatakan seorang
mahasiswa wajib menegakkan 3 budaya. Budaya baca, menulis dan diskusi.
Ketika kita menghadapi sebuah masalah,
kita membutuhkan 10 atau bahkan 20 buku untuk menjadi acuan kita menemukan
teori yang akan kita gunakan untuk memecahkannya. Setelah itu semua yang kita
temukan dalam bacaan akan kita rumuskan dalam sebuah tulisan baru yang berisi
rangkuman-rangkuman teori dan penyelesaian masalah, lalu cobalah diskusikan
dengan pakar yang lebih mengerti. Minta pandangan dan evaluasi lalu koreksi
tulisaan kita.
Namun apakan hanya sampai diskusi saja?.
Tulisan kita harus di ejawantahkan dalam kerja, bukti pengamalan sesungguhnya
dari sebuah ilmu, kemudian evaluasi kerja kita.
Tidak dipungkiri bahwa dalam menjaga
eksistensi lembaga kedepannya dipenuhi tantangan namun kita akan lebih siap
jika memiliki pedoman. Dan untuk memperkaya hasanah keilmuan kita, aktifis
dakwah kedepannya wajib memegang teguh 5
budaya intelektual ini. membaca, menulis, diskusi, kerja dan evaluasi.
Budaya ini tidak hanya milik ketua LDK
saja, tapi juga milik setiap kader. Sebuah lembaga ditopang oleh kerja-kerja
divisi yang ada di dalamnya. Setiap divisi bekerja secara kolektif dan saling
bantu dengan divisi yang lainnya agar tidak ada kepincangan. Untuk itu setiap
kader diwajibkan memiliki kapasistas intelektual islami yang memadai.
Novia Nur Annisah
Sekjen LDK UNRIKA (2014-2015)
Sekjen LDK UNRIKA (2014-2015)